Beberapa hari ini kita diributkan dengan apakah kita cukup pangan? Bagaimanakah ketersediaan pangan kita akibat adanya krisis pangan yang sedang melanda dunia saat ini? Agaknya menarik untuk dicermati permasalahan ini secara mendalam. Sebelumnya apakah pangan itu ?
PANGAN adalah bagian dari amanat undang-undang 1945, khususnya UU Pangan no.18 tahun 2012 dimana penyediaan pangan pokok utamanya beras dan pangan unggulan local dalam sistem produksi dan logistik pangan memegang peranan penting dalam sistem pangan nasional. Oleh karena itu, Presiden membentuk Badan Ketahanan Pangan yang langsung bertanggungjawab kepada presiden. Sedemikian pentingnya pangan karena kesejahteraan bangsa.
Isue krisis pangan dunia, akhir-akhir ini mengemuka. Beberapa ahli mengatakan bahwa krisis pangan dunia saat ini disebabkan 3-C yaitu Covid-19, Climate Change dan Conflict. Dampak covid-19 terhadap ekonomi sangat jelas dimana perpindahan barang dan jasa antar daerah yang mengalami lockdown menjadikan kelangkaan barang. Selain itu terputusnya sendi ekonomi dalam hal pemutusan hubungan kerja (PHK) menjadikan daya beli menurun. Konflik antara Rusia dan Ukraina disinyalir juga menyebabkan krisis pangan, hal ini disebabkan Ukraina sebagai produsen gandum tidak bisa memasok gandum ke pasar dunia, sedangkan Indonesia saat ini konsumsi gandum cenderung meningkat. Data bps menunjukkan bahwa tahun 2021 ada 11,170 ton yang apabila dibandingkan tahun 2014 hanya 7,432.597 ton, peningkatan yang sangat signifikan apalagi secara agroklimat tanaman gadum ini kurang cocok di Indonesia. Hal lain juga dampak perang Rusia ini adalah pasokan gas nitrogen Rusia berkurang sehingga harga pupuk meningkat.
Kebijakan pangan selama ini yg dikejar adalah Ketahanan Pangan saja, dimana ketersediaan (avaibility), stabilitas (stability) dan keterjangkauan (accessibility) merupakan tiga pilar yang diutamakan pemerintah. Hal ini berarti masih diperbolehkannya impor beberapa komoditas pangan, yang terpenting adalah KEDAULATAN PANGAN artinya pangan tidak hanya tersedia, terjangkau dan ada stabilitas harga akan tetapi yang lebih penting adalah mengurangi impor gandum, jagung dan kedelai. Memang kreatifitas generasi milenial dalam mengolah produk gandum sangat maju bahkan tumbuhnya wirausaha saat ini dengan munculnya beberapa café menambah ketergantungan pada dandum, Solusi yang diharapkan adalah mengolah bahan berbasis local seperti ubi-ubian, talas dan lain-lain menjadi produk olahan yang menarik. Variabilitas produksi pangan di Indonesia sangat tinggi sehingga optimalisasi pengembangan komoditas dapat dilakukan.
Kembali pada masalah beras/padi, karena hampir masyarakat Indonesia masih bergantung pada padi. Menurut data BPS (2020), luas panen dan produksi Indonesia memang telah terjadi penurunan meskipun angka selisih produksi dan konsumsi masih menunjukkan angka surplus, namun angka surplus beras yang ada menunjukkan angka yang menurun. Hal ini dapat dilihat pada angka luas panen tahun 2021 rata-rata adalah 10.412 ribu hektar atau menurun dari tahun sebelumnya (2020) yaitu sebesar 10.657 ribu hektar. Hal ini kemungkinan disebabkan transformasi ke lahan non-pertanian mengalami peningkatan, sehingga lahan sawah produktif menjadi berkurang. Indicator lainnya adalah angka produktifitas produksi padi/ha cenderung stabil. Produktivitas padi/ha masih pada kisaran 52,26 ku/ha (2021). Dalam tahun yang sama 2021 menunjukkan angka produksi gabah 54,42 juta ton gabah kering giling (GKG) dan mengalami penurunan dari tahun sebelumnya yaitu 54,65 juta ton.
Konversi terhadap beras menunjukkan bahwa pada tahun 2020 produksi beras adalah 31,50 juta ton dan menurun menjadi 31,36 juta ton pada tahun 2021. Angka ini bila disandingkan dengan konsumsi beras Indonesia dimana pada tahun 2020 mencapai 29,37 juta ton dan pada tahun 2021 meningkat menjadi 30,04 juta ton. Artinya angka surplus beras menurun dari 2,38 juta ton beras menjadi 1,31 juta ton. Angka ini jika dianggap sebagai stok beras nasional memang belum terlalu aman, sebab pengadaan stok beras melalui impor tampaknya sudah mengalami penurunan. Sejak tahun 2017, 2019, 2020 dan 2021 tidak ada lagi impor beras pemerintah, meskipun impor masih dilakukan pihak swasta khususnya dalam beras premium tertentu dari tahun 2019-2021 rata-rata hanya 312,235 ton. Angka inipun masih lebih rendah dibandingkan angka rata-rata impor pemerintah tahun 2014-2021 yaitu sebesar 463.015 ton
Untuk menjaga stabilitas pangan nasional maka diperlukan stok yang baik. Komponen stok adalah melalui pengadaan dalam negeri atau impor. Pengadaan dalam negeri dimana Bulog membeli gabah petani, tahun 2020 adalah sebesar 1,256.507 ton, sedangkan pengadaam luar negri atau impor pada dua tahun terakhir ini adalah kosong sehingga stok akhir tahun 2021 hanya sekitar 1,621.544 ton padahal dikatakan aman apabila stok akhir tahun sekitar 2-3 juta ton, sehingga apakah aman Stok kita?
Related Posts
LESTARI FARM, KANTOR PUSAT JIWO KULON TROTOK WEDI KLATEN(WA 081 567 898 354) : BUAH MENTIMUN.
Ditengah Jadwal Yang Padat Pendiri EWRC Indonesia Mudik untuk Menonton Ketoprak Mudo Budoyo Desa Trotok Wedi Klaten
Eko Wiratno Hadir di Ulang Tahun KWT Mekar Bersemi Dengkeng, Perayaan yang Istimewa!
SUWANTO FARM DARATAN SUKOREJO WEDI KLATEN JATENG, ESTIMASI MODAL USAHA BEBEK PETELUR
SUWANTO FARM SUKOREJO WEDI KLATEN : ANALISIS TERNAK BEBEK PETELUR 100 EKS, RAUP PULUHAN JUTA TIAP TAHUN.
No Responses