
Permasalahan dan Kisah Sukses BUMDesa
1. Kurangnya Keterlibatan Kaum Muda
Apa yang membuat banyak desa di berbagai pelosok di Indonesia kesulitan mengembangkan BUMDesa, salah satunya karena para pemuda desa tidak dilibatkan dalam diskusi sejak awal. Dan, ketika penyusunan pengurus BUMDesa, yang dipasang adalah warga desa golongan tua yang sudah tidak memungkinkan untuk melakukan inovasi manajemen usaha. Parahnya lagi, setelah memilih struktur, posisi-posisi penting operasional BUMDesa justru ditempati orang-orang tertentu yang sama sekali tidak memiliki kemampuan mengembangkan usaha.
Akibatnya mudah ditebak, BUMDesa langsung loyo dari bulan pertama beroperasi. Padahal sesungguhnya anak muda desalah yang memiliki kemampuan mengembangkan usaha BUMDesa.
Selain itu, pemahaman para perangkat desa mengenai BUMDesa sendiri juga masih berkutat pada wilayah desanya saja. Sehingga BUMDesa terjebak pada skala usaha yang besarannya sesuai daya beli warga desa. Situasi seperti inilah yang membuat BUMDesa kesulitan meningkatkan pendapatan. Tetapi yang paling parah adalah ada banyak kepala desa merasa kehadiran BUMDesa malah dianggap beban bagi pemerintahan desa.
Sesungguhnya BUMDesa memiliki kekuatan besar untuk menciptakan lompatan ekonomi bagi kesejahteraan desa jika dimanfaatkan dengan baik oleh anak-anak muda desa. Hanya saja, banyak pula kepala desa yang belum mengakui besarnya potensi desanya sendiri. Banyak kepala desa yang “tidak rela” jika modal BUMDesa yang diguyurkan pemerintah diberikan pada anak-anak muda untuk mengelolanya. Kenapa?
Secara sosial, sebagian besar desa di Indonesia menganggap kepala desa adalah seorang warga yang memiliki kekuasaan yang begitu luas. Akibatnya kepala desa merasa dirinyalah orang yang paling tahu bagaimana mengorganisasikan desa termasuk proses pengembangan BUMDesa. Padahal, kepala desa selama ini lebih identik dengan pekerjaan seremonial dan administrasi. Sikap inilah yang justru bisa menjadi salah satu pemicu utama kegagalan BUMDesa itu sendiri.
Di kalangan anak muda, kesenjangan kekuasaan yang cenderung dikuasai golongan masyarakat usia sepuh itu membuat mereka semakin jauh pada urusan desa. Anak muda juga lebih tertarik pergi ke kota mencari pekerjaan. Tawaran BUMDesa sama sekali tidak menarik bagi sebagian besar mereka.
Sudah saatnya anak muda berpikir ulang mengenai desa. Saat ini, hidup di desa tidaklah seterpencil seperti dulu. Hidup di desa kini juga sama dengan kota karena semua orang bisa mengakses internet dari manapun. Sebaliknya, kemampuan menggunakan teknologi internet seperti ini hanya dikuasai anak muda. Nah, sudah saatnya anak muda sekarang ini memilih desanya sebagai alternatif membangun masa depan. Soalnya, sekarang ini ada banyak aktivitas kerja yang bisa dilakukan semua orang dari desa.
Jika saja sekelompok anak muda berani memilih untuk tinggal dan berkarya di desa dengan menggunakan internet sebagai media pengembangan jiwa wirausaha mereka. Termasuk mengelola BUMDesa-nya. Maka, bukan tidak mungkin, perubahan bakal terjadi bukan hanya pada kehidupan ekonomi mereka saja melainkan juga bakal mempengaruhi peri kehidupan seluruh warga desanya.
Keterlibatan pemerintah desa sebagai penyerta modal terbesar BUMDesa atau sebagai pendiri bersama masyarakat diharapkan mampu memenuhi Standar Pelayanan Minimal (SPM), yang diwujudkan dalam bentuk perlindungan (proteksi) atas intervensi yang merugikan dari pihak ketiga (baik dari dalam maupun luar desa). Demikian pula, pemerintah desa ikut berperan dalam pembentukan BUMDesa sebagai badan hukum yang berpijak pada tata aturan perundangan yang berlaku, serta sesuai dengan kesepakatan yang terbangun di masyarakat desa.
2. Masalah Aspek Hukum Pendirian
Ada dua frasa yang tak pernah luput dibahas selama empat tahun terakhir tentang Badan Usaha Milik Desa (BUM Desa). “BUM Desa itu badan usaha? Lalu, apa badan hukum-nya?”
Perdebatan ini berlangsung normatif, bukan empiris dan dijawab melalui nalar praktis tentang badan hukum seperti koperasi, perusahaan terbatas, dan CV. Negara dan pemerintah pun tak luput dibahas posisinya sebagai badan hukum. Dengan alasan negara kesatuan, tak ada lagi badan hukum publik selain pemerintah. Lalu, kenapa BPJS disebut sebagai BH publik dalam Pasal 7 ayat (1) UU BPJS? Bisakah pemerintah sebagai badan hukum publik membentuk BPJS sebagai badan hukum publik?
Sesuai Pasal 87 ayat (1) dan ayat (2) UU Desa beserta penjelasannya, pemerintah desa membentuk BUM Desa. Pemerintah desa di sini mestinya diinterpretasi sebagai subjek hukum tertentu. Menurut Himawan Estu Bagijo (2014) putusan Mahkamah Konstitusi (MK) telah menentukan legal standing badan hukum publik dan badan hukum privat. Prasyarat normatif dari badan hukum publik adalah ditetapkan dengan peraturan perundang-undangan, mengemban hak dan kewajiban, memiliki kekayaan, serta dapat menggugat dan digugat di peradilan. Dengan logika hukum ajudikasi MK maka pemerintah desa yang ditetapkan secara atributif terkategori sebagai badan hukum publik.
BUMDesa dibentuk pemerintah desa melalui proses deliberasi, kekayaan/aset desa yang dipisahkan, dan secara spesifik tidak dapat disamakan dengan badan hukum seperti perusahaan terbatas, CV, atau koperasi. Antitesisnya, BUMDesa diinterpretasi sebagai subjek hukum selain badan hukum privat (PT, CV, koperasi). Pendapat Himawan di atas menjadi argumentasi bahwa BUMDesa merupakan badan hukum publik fungsional yang dibentuk oleh pemerintah desa berdasar UU Desa, dilanjutkan pada perdes tentang BUMDesa, keputusan kades tentang AD/ART maupun kepengurusan BUMDesa. Kedudukannya setara dengan keabsahan akta notaris. Tidak perlu dicampur aduk antara kewenangan kepala desa dan notaris.
BUMDesa menjalankan usaha di bidang ekonomi dan/atau pelayanan umum, karena harus beradaptasi memasuki diskursus hukum liberal yang membagi fungsi hukum publik dan hukum privat. Di satu sisi melaksanakan fungsi hukum publik untuk mendayagunakan segala potensi ekonomi desa. Di sisi lain melaksanakan fungsi privat seperti pelayanan jasa, perdagangan, dan pengembangan ekonomi lainnya. Di sinilah perubahan pemahaman mendasar terjadi. BUM Desa sebagai BH publik fungsional melaksanakan sekaligus fungsi hukum publik dan privat. Bagi BUMDesa yang melakukan shareholding membentuk PT maka kekuasaan administratif tinggal melakukan pengakuan saja, setelah melihat perdes dan keputusan kades terkait BUMDesa.
Ulasan pada opini ini pasti dinilai kurang absah bila sekedar dilihat dari perspektif positivisme-legal. Untuk meluaskan cara pandang perancang regulasi hukum perlu belajar dari BUMDesa Tirta Mandiri, Desa Ponggok, Klaten, sebagai referensi untuk badan hukum publik. Pemerintah desa, BUMDesa Tirta Mandiri, dan masyarakat Desa Ponggok melakukan aksi kolektif governing the common atas sumber daya umbul air dan lainnya. Aksi kolektif itu berkembang dinamis melalui shareholding (berbagi modal sosial, modal uang dan berbagi hasil), melalui delapan PT yang dibentuk oleh BUMDesa Tirta Mandiri.
BUMDesa Tirta Mandiri berkedudukan sebagai badan hukum publik yang menjalankan fungsi hukum publik dan privat.
2. Kisah Sukses BUMDesa dengan Pendirian BUMDes Mart
Setelah sukses menggebrak dengan program Gerbang Emas Bersinar, Anang kembali mempelopori program “BUMDes Mart”. Program yang di-launching 1 Desember 2017 bertepatan dengan Hari Jadi Ke-52 Kabupaten Tabalong dengan ditandai berdirinya 121 BUMDesa Mart di masing-masing desa se-Tabalong. Gagasan pendirian BUMDesa Mart muncul di tengah ramainya serbuan toko retail modern yang saat ini berkembang di perkotaan bahkan sudah menjangkau wilayah pinggiran. Jika hal tersebut lambat diantisipasi dikhawatirkan akan bisa mematikan usaha kecil sejenis milik masyarakat yang sudah ada khususnya di pedesaan.
Selain itu, keberadaan BUMDes Mart juga terkait dengan adanya Program Rastra (beras gratis sejahtera) dan Program Keluarga Harapan (PKH) yang mebutuhkan keberadaan sarana pelayanan terhadap masyarakat pra-sejahtera yang menjadi peserta program tersebut.
BUMDesa Mart merupakan unit usaha dari BUMDesa yang telah diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa yang memberikan kewenangan kepada desa untuk mendirikan BUMDesa yang mendapat prioritas dalam pengelolaan SDA yang ada di desa.
Konsep BUMDesa Mart itu semacam toko serba ada atau minimarket yang dikelola oleh masyarakat desa. Selain untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masyarakat, BUMDesa Mart juga tempat untuk memasarkan hasil produksi masyarakat (lokal) dan membantu pemerintah mewujudkan kelancaran distribusi bahan kebutuhan pokok sampai ke pasaran sehingga akan menekan angka inflasi.
Berdirinya BUMDes Mart di setiap desa memang menimbulkan kekhawatiran akan mematikan usaha sejenis yang telah ada. Namun Anang meyakinkan bahwa BUMDes Mart diposisikan sebagai mitra dan bukan sebagai pesaing dari pelaku usaha sejenis milik masyarakat. Dengan cara menjadi semacam supplier atau distributor dengan harga jual yang lebih rendah dari harga eceran. BUMDesa Mart bisa juga membatasi komoditas barang dan jasa yang disediakannya dan lebih fokus pada produk yang belum ada atau sulit diperoleh di pedesaan.
Keberadaan BUMDes Mart di seluruh desa se-Kabupaten Tabalong akan menggairahkan perekonomian Desa dan dapat memberikan pelayanan yang lebih baik terhadap pemenuhan kebutuhan produk berupa barang atau jasa kepada masyarakat. Lebih jauh lagi BUMDesa Mart diharapkan dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam terwujudnya Kabupaten Tabalong yang sejahtera dan mandiri.
Related Posts
Eko Wiratno Pendiri EWRC Indonesia Hadiri Pengukuhan Mahasiswa Baru Polbangtan YOMA.
Pendiri EWRC Indonesia Hadiri Malam Tirakatan di Griya Bumi Boyolali.
Daftar Yang Belum Melunasi Buku Bumdes atas Nama Ibu Wilujeng Hesti Timurtiyanti Alamat Tlahab Lor, Karangreja, Purbalingga. Kurang Rp. 600.000,00. Sejak Maret 2022 sudah tidak ada kabar lagi!
Kedatangan Tamu Istimewa Bapak Erry Setyo Prabowo asal Klaten di Griya Bumi Boyolali.
Daftar Yang Belum Melunasin Buku Bumdes atas Nama Ibu Wilujeng Hesti Timurtiyanti Alamat Tlahab Lor, Karangreja, Purbalingga. Kurang Rp. 600.000,00. Sejak Maret 2022 sudah tidak ada kabar lagi!
No Responses