Oleh : Yudesra, Ulan Sovi Yanti, dan Dr. Risman Bustamam, M.Ag
A. Pendahuluan
Salah satu upaya membina dan membangun generasi muda yang tangguh diantaranya adalah melalui pendidikan, baik yang diberikan dalam lingkungan keluarga, melalui pendidikan formal di sekolah, maupun pendidikan dalam lingkungan masyarakat. Oleh karena itu sekolah sebagai lembaga pendidikan formal harus ditentukan oleh adanya pelaksanaan kurikulum sekolah itu.Keberhasilan sumber daya manusia dalam segi pendidikan sangat diengaruhi oleh adanya pemahaman seluruh personal di sekolah itu dalam melaksanakn kurikulum.Kurikulum pendidikan yang selalu berubah dan berkembang sesuai dengan kebutuhan pendidikan memberikan dorongan bagi penyelenggaraan pendidikan untuk selalu melakukan perbaikan, modifikasi dan evaluasi pada kurikulum yang digunakan.
Kurikulum adalah rencana tertulis tentang kemampuan yang harus dimiliki berdasarkan standar nasional, materi yang perlu dipelajari dan pengalaman belajar yang harus dijalani untuk mencapai kemampuan tersebut, dan evaluasi yang perlu dilakukan untuk menentukan tingkat pencapaian kemampuan peserta didik, serta seperangkat peraturan yang berkenaan dengan pengalaman belajar peserta didik dalam mengembangkan
potensi dirinya pada satuan pendidikan tertentu
Kurikulum adalah prgram pendidikan yang disediakan oleh lembaga pendidikan (sekolah) bagi siswa.Berdasarkan program pendidikan tersebut siswa melakukan berbagai kegiatan belajar, sehingga mendorong perkembangan dan pertumbuhannya sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Dengan kata lain Kurikulum merupakan hal yang sangat penting dalam pendidikan.Oleh sebab itu kurikulum harus sesuai dengan visi, misi dan strategi pembangunan pendidikan dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan, baik tujuan kurikuler, tujuan institusional maupun tujuan pendidikan nasional. Kurikulum mengambil peran penting dalam mewujudkan pendidikan yang bermutu karena mengandung seluruh kegiatan proses pembelajaran di kelas yang merupakan bagian kegiatan penting dalam pendidikan.
Islam merupakan agama sebagai rahmat bagi penduduk Islam. Ajara islam mengatur segala aspek kehidupan manusia baik yang berhubungan dengan sang Pencipta maupun hubungan sesama manusia yang semuanya telah diatur dan dijelaskan di dalam Alquran dan Hadis. Sebagai sumber ajara islam Alquran merupakan pedoman dasar dalam bidang kehidupan manusia tak terkecuali pendidikan. Segala komponen penyusunan sistem pendidikan mengacu kepada ajaran Islam seperti manajemen kurikulum, dalm menyusun kurikulum pendidikan Islam khusunya seyogiyanya menjadkan Alquran sebagai landasan pokok dalam melaksanakan sistem tersebut. Dalam prakteknya kerap kali kita menemukan adanya penyusunan kurikulum yang masih belum menyentuh nilai- nilai yang terdapat dalam Alquran, sehingga pemhaman tentang teori manajemen kurikulum dalam persfektif Alquran meupakan teori yang harus kita pahami saat ini.
B. Pembahasan
- Konsep Ta’lim; al-`Alaq//96: 4-5, dan al-Baqarah: 31-32
‘Allama (akar kata ta’lim) dalam kamus diartikan sebagai mendidik, mengajar, memberi tanda (Munawwir, 1997: 965). Ta’lim; adalah proses pembelajaran secara terus-menerus sejak manusia lahir melalui pengembangan fungs-ifungsi pendengaran, pengelihatan, dan hati. Bentuk ‘allama (atau ta’lim dalam bentuk ism masdar-nya) inilah yang kemudian sering digunakan sebagai terminologi pendidikan Islam. Secara global ta’lim adalah proses pendidikan yang mengandung makna aktivitas dan memiliki tujuan. Kedua, subjek ta’lim yaitu pelaku aktif dalam proses. Unsur utama ketiga adalah materi ta’lim atau kurikulum ta’lim. Ta’lim dalam al-Quran mencakup banyak materi mulai dari ranah kognitif, afektif, dan psikomotor. QS. Al-‘alaq ayat 4-5 :
الَّذِىۡ عَلَّمَ بِالۡقَلَمِۙ
- Yang mengajar (manusia) dengan pena
Ayat diatas merupakan satu keistimewaan lain Allah, yaitu kemuliaan-Nya yang tertinggi, yang mengajarkan manusia berbagai Ilmu, dibukanya berbagai rahasia, yaitu dengan qalam. Allah mentakdirkan pula bahwa dengan pena, Ilmu Pengetahuan dapat dicatat. Pena adalah beku dan kaku, tidak hidup, namun yang dituliskan oleh pena itu adalah berbagai hal yang dapat dipahami oleh manusia.
عَلَّمَ الۡاِنۡسَانَ مَا لَمۡ يَعۡلَمۡؕ
- Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.
Ayat ini merupakan dalil yang menunjukkan tentang keutamaan membaca, menulis, dan ilmu pengetahuan. Ayat di atas melanjutkan dengan memberi contoh sebagaian dari kemurahan-Nya itu dengan menyatakan bahwa: dia yang maha pemurah itu yang mengajar manusia dengan pena yakni dengan sarana dan usaha mereka, dan dia juga yang mengajar manusia tanpa alat da usaha mereka apa yang belum diketahuinya. Kata ( القلم ) Al-Qalam terambil dari kata kerja ( قلم ) qalama yang berarti memotong ujung sesuatu. Memotong ujung kuku disebut ( تقليم ) taqlim. Tombak yang dipotong ujungnya sehingga meruncing dinamai ( مقالم ) maqalim.
Kemudian Allah menambahkan penjelasannya dalam QS. Al-Baqarah ayat 31
وَعَلَّمَ آدَمَ الْأَسْمَاءَ كُلَّهَا ثُمَّ عَرَضَهُمْ عَلَى الْمَلَائِكَةِ فَقَالَ أَنْبِئُونِي بِأَسْمَاءِ هَؤُلَاءِ إِنْ كُنْتُمْ صَادِقِينَ
Artinya, “Dia mengajarkan Adam semua nama-nama (benda), kemudian menampilkan semuanya di hadapan malaikat, lalu mengatakan, ‘Sebutkanlah kepada-Ku nama-nama semua benda itu jika kamu memang benar orang-orang yang benar,’” (Surat Al-Baqarah ayat 31).
Berdasarkan ayat di atas dari kata ta’lim terlihat pengertian pendidikan terlalu sempit, yaitu sebatas proses penuturan seperangkat nilai antar manusia. Ia hanya dituntut untuk menguasai nilai-nilai yang ditransfer secara kognitif dan psikomotorik, akan tetapi tidak dituntut pada domain Afektif (Samsul Nizar, 1999:47). Jadi kata Ta’lim hanya sebatas transfer ilmu.
قَالُوا سُبْحَانَكَ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ
Artinya, “Mereka berkata, ‘Mahasuci Engkau, tiada ilmu pada kami kecuali yang Kauajarkan kepada kami. Sungguh, Kau maha tahu lagi maha bijaksana,’” (Surat Al-Baqarah ayat 32).”
Allah SWT, telah mengajari Nabi Adam berbagai nama makhluk yang telah diciptakan-Nya. Kemudian Allah memberinya ilham untuk mengetahui eksistensi nama-nama tersebut. Juga keistimewaan-keistimewaan, ciri-ciri khas dan istilah-istilah yang dipakai. Di dalam memberikan ilmu ini tidak ada bedanya antara diberikan sekaligus dengan diberikan secara bertahap. Hal ini karena Allah Maha Kuasa untuk berbuat segalanya. Sekalipun istilah yang digunakan didalam al-qur‟an adalah “‟allama” (pengertiannya adalah memberikan ilmu secara bertahap).
- Konsep Tarbiyah; Ali Imran/3: 79, QS.Al-Isra/17: 24.
Menurut beberapa penjelasan, kata ini dapat berasal paling tidak dari tiga kata, yaitu raba-yarbu, rabiya-yarba, dan rabba-yarubbu (An-Nihlawi, 2010: 16). Secara garis besar, hal yang dapat diambil dari ayat-ayat yang mengandung istilah tarbiyah tidak jauh berbeda dari unsur utama ta’lim. Pertama adalah tarbiyah sebagai proses pendidikan yang memuat aktivitas dan tujuan. Subjek tarbiyah yang andil dalam proses merupakan unsur yang kedua. Terakhir materi atau kurikulum tarbiyah. QS. Al-Imran ayat 79:
مَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنْ يُّؤْتِيَهُ اللّٰهُ الْكِتٰبَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُوْلَ لِلنَّاسِ كُوْنُوْا عِبَادًا لِّيْ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَلٰكِنْ كُوْنُوْا رَبَّانِيّٖنَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُوْنَ الْكِتٰبَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُوْنَ ۙ
Artinya: “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah”. Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”
Makna tarbiyah terdapat dalam surat ali Imran ayat 79 penafsiran Sayid Quthb mengunakan teori munasabah antar kalimat dalam satu ayat yakni dari peryataan yang mengkritik tidak wajar seorang nabi menyuruh umatnya beribadah kepadanya, kemudian terdaptlah sebuah nasehat untuk menjadi kaum Rabbani. Penafsiranya yaitu Seorang Nabi menyakini bahwa dia adalah seorang hamba dan hanya Allah sebagai tujuan dalam pengabdian dan ibadah semua mkhluknya. Karenanya tidak mungkin baginya mendakwahkan sifat ketuhanan yang menuntut manusia untuk beribadah kepadanya. Seorang Nabi tidak mungkin berkata kepada manusia “Hendaklah kamu menjadi penyembahku, bukan penyembah Allah SWT” akan tetapi yang dikatakan Nabi kepada mereka adalah “hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani” dengan menisbatkan diri kepada rabb Tuhan Allah, sebagai hamba dan pengabdi kepadanya. Menghadap dan beribadahlah hanya kepadanya sehingga menjadi seorang yang tulus kepada Allah SWT, sehingga kamu menjadi orang yang Rabbani yakni seorang yang mempelajari al-kitab sehingga mendapatkan pengetahuan darinya.
Sedangkan dalam penafsiran Quraish Shihab mengunakan bayan riwayat yang mengambil sebuah cerita masa dahulu adapun penafsirannya Sekelompok pemuda agama Yahudi dan Nasrani menemui Rasul SAW. Mereka bertanya: wahai Muhammad, apakah engkau ingin kami menyembahmu?” salah seorang di antara mereka bernama Rais mempertegas, apakah untuk itu engkau mengajak kami? Nabi Muhammad SAW. Menjawab: “aku berlindung kepada Allah SWT dari penyembahan kepada selain Allah atau menyuruh yang demikian. Allah SWT sama sekali tidak menyuruh aku demikian. Allah SWT sama sekali tidak menyuruh demikian, tidak pula mengutus aku untuk itu.” Demikian jawaban rasul SAW. Yang diperkuat dengan turunnya ayat ini.
Kemudian Allah menambahkan penjelasannya dalam QS. Al- Isra ayat 24:
وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَّبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيٰنِيْ صَغِيْرًاۗ
Artinya: “Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”
Makna tarbiyah dijelaskan dalam surat al-Isra’ ayat 24 Sayid Qutub mengunakan teori munasabah antar kalimat dalam satu ayat yakni “rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan” sebuah ungkapan lembut yang mampu menembus inti hati nurani yaitu, rasa kasih sayang yang penuh kelembutan hingga sang anak merasa hina di hadapan kedua orang tuanya sehingga tidak mampu mengangkat pandangan atau menolak perintah di hadapan keduannya. ”ucapkanlah: “wahai tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil” Sebuah kenangan masa lalu yang penuh kelembutan, dan masa kanak-kanak yang masih lemah dibawah asuhan kedua orang tua. Kini mereka berdua (orang tua) seperti pada masa kanak-kanak itu, perlu perhatian dan rasa kasih sayang. Setidaknya dengan kesediaan sang anak untuk menengadahkan doa kepada Allah SWT agar Allah berkenan memberi kasih sayangnya kepada keduannya, karena kasih sayang Allah SWT lebih luas dan perhatian beserta perlindungannya lebih besar. Karena itu, dia lebih mampu memberikan balasan kepada kedua orang tua atas segala pengorbanan darah, keringat, dan air mata, yang tak mungkin dapat di tebus oleh sang anak. Serta menggunakan teori bala>ghatul qur’an dalam Kata “jannaha dulli” sayap kerendahan, seolah mengisyaratkan bahwa sikap hina ini mempunyai sayap yang bisa dikepakkan merendah sebagai tanda tunduk dan patuh kepada kedua orang tua.
Demikian dapat disimpulkan bahwa orang tua tidak perlu lagi di ingatkan akan anaknya. Tetapi anaklah yang memberikan dorongan kuat terhadap kesadaran hati nuraninya agar selalu ingat terhadap kewajiban terhadap kedua orang tuanya yang telah mendidik jasmani serta rohaninya dan mengorbankan seluruh tenagan demi anaknya. Dari sini timbul perintah berbuat baik kepada kedua orang tua.
Dapat disimpulkan makna Tarbiyah dari beberapa penafsiran diatas yakni sebuah proses menumbuh kembangkan suatu kebaikan berupa tingkah laku atau sikap pada pribadi seseorang melalui proses pengajaran baik dalam segi jasmani maupun rohani dengan tujuan mendapatkan keridhaan Allah SWT bukan kerusakan atau sesuatu yang mendatangkan kebatilan yang orientasinya untuk mendapatkan kebahagiaan didunia dan di akhirat. Seperti halnya selalu berbuat baik kepada kedua orang tua dengan menghormati serta menyayanginya.
- Konsep Tau’izh/Mau’izhah: QS.Luqman/31: 13, al-Nisa/4: 66.
- Luqman ayat 13 :
وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ وَهُوَ يَعِظُهٗ يٰبُنَيَّ لَا تُشْرِكْ بِاللّٰهِ ۗاِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ
Artinya: Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”.
وَاِذْ قَالَ لُقْمٰنُ لِابْنِهٖ : ingatlah ketika Lukman berkata kepada anaknya. وَهُوَ يَعِظُهٗ : ia memberi pelajaran kepadanya. Mau’izhah (pelajaran) adalah mengingatkan kebaikan dengan cara lembut yang dapat melunakkan hati. يٰبُنَيَّ: bentuk tashghir dari ibni untuk menunjukkan kerinduan dan kecintaan. اِنَّ الشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيْمٌ: sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezhaliman yang besar. Kezhaliman adalah meletakkan sesuatu bukan pada tempatnya. Syirik dikatakan zhalim, karena syirik menyamakam antara pemberi nikmat satu-satunya dengan bukan pemberi nikmat. Karena itu, siapa saja yang menyerupakan antara Khalik dengan makhluk, tanpa ragu-ragu, orang tersebut bisa dipastikan masuk ke dalam golongan manusia yang paling bodoh. Sebab, perbuatan syirik menjauhkan seseorang dari akal sehat dari hikmah sehingga pantas digolongkan ke dalam sifat zalim, bahkan pantas disertakan dengan binatang.
Kata يَعِظُهٗ terambil dari kata عظو yaitu nasihat menyangkut berbagai kebajikan dengan cara yang menyentuh hati. Ada juga yang mengartikan sebagai ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman. Penyebutan kata ini yakni tidak membentak, tetapi penuh kasih sayang sebagaimana dipahami dari panggilan mesra kepada anak. Sedangkan ulama memahami kata عظو dalam arti ucapan yang mengandung peringatan dan ancaman, berpendapat bahwa kata tersebut mengisyaratkan bahwa anak Luqman itu adalah seorang musyrik, sehingga sang ayah menyandang hikmah itu terus menerus menasihatinya sampai akhirnya sang anak mengakui Tauhid.
Kemudian Allah menambahkan penjelasannya dalam QS Al-Nisa ayat 66:
وَلَوْ اَنَّا كَتَبْنَا عَلَيْهِمْ اَنِ اقْتُلُوْٓا اَنْفُسَكُمْ اَوِ اخْرُجُوْا مِنْ دِيَارِكُمْ مَّا فَعَلُوْهُ اِلَّا قَلِيْلٌ مِّنْهُمْ ۗوَلَوْ اَنَّهُمْ فَعَلُوْا مَا يُوْعَظُوْنَ بِهٖ لَكَانَ خَيْرًا لَّهُمْ وَاَشَدَّ تَثْبِيْتًاۙ
Artinya : “Dan sekalipun telah Kami perintahkan kepada mereka, “Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari kampung halamanmu,” ternyata mereka tidak akan melakukannya, kecuali sebagian kecil dari mereka. Dan sekiranya mereka benar-benar melaksanakan perintah yang diberikan, niscaya itu lebih baik bagi mereka dan lebih menguatkan (iman mereka).”
Pada ayat-ayat yang lalu diperingatkan bahwa orang-orang munafik itu sebenarnya tidak mau menerima Nabi sebagai hakim, walaupun ketentuan itu diwajibkan oleh Allah atas diri mereka. Pada ayat-ayat berikut digambarkan sikap mereka bahwa apa pun perintah tidak akan mereka lakukan disebabkan kemunafikan mereka. Dan sekalipun telah Kami perintahkan kepada mereka, orang-orang munafik itu, “Bunuhlah dirimu,” sebagaimana dulu pernah ditetapkan sanksi semacam ini terhadap orang-orang Yahudi, “atau keluarlah kamu dari kampung halamanmu,” sebagaimana yang dilakukan oleh kaum muslim dulu dari Mekah ke Madinah, ternyata mereka, orang-orang munafik, tidak akan melakukannya karena lemahnya iman mereka, kecuali sebagian kecil saja dari mereka. Dan sekiranya mereka benar-benar melaksanakan perintah dan pengajaran yang diberikan oleh Allah dan Rasul, niscaya itu lebih baik bagi mereka dari apa yang mereka lakukan selama ini, dan lebih menguatkan iman mereka yang selama ini terombang ambing dalam kemunafikan.
Ayat ini menjelaskan berbagai sikap manusia pada umumnya dalam mematuhi perintah Allah. Kebanyakan mereka apabila diperintahkan hal-hal yang berat, mereka enggan bahkan menolak untuk melaksanakannya seperti halnya orang-orang munafik dan mereka yang lemah imannya. Adapun orang yang benar-benar beriman selalu menaati segala yang diperintahkan Allah bagaimanapun beratnya perintah itu, walaupun perintah itu meminta pengorbanan jiwa, harta atau meninggalkan kampung halaman. Hal ini terbukti dari sikap kaum Muslimin pada waktu diperintahkan hijrah ke Madinah dan pada waktu diperintahkan berperang melawan musuh yang amat kuat, berlipat ganda jumlahnya dan lengkap persenjataannya. Inilah yang digambarkan oleh Nabi Muhammad saw dalam sabdanya yang tersebut di atas.
Sebenarnya kalau manusia itu melaksanakan apa yang diperintahkan Allah dan meninggalkan apa yang di larang-Nya, itulah yang lebih baik bagi mereka, karena dengan demikian iman mereka bertambah kuat dan akan menumbuhkan sifat-sifat yang terpuji pada diri mereka.
- Konsep Tadris/Dirasah: QS.al-A’raf/7: 169, Ali Imran/3: 79.
Tadris dari akar kata daras – darras, artinya pengajaran,adalah upaya menyiapkan murid (mutadaris) agar dapat membaca, mempelajari dan mengakaji sendiri, yang dilakukan dengan cara mudarris membacakan, menyebutkan berulang-ulang dan bergiliran, menjelaskan, mengungkapkan dan mendiskusikan makna yang terkandung didalamnya sehingga mutadrris mengetahui, mengingat, memahami, serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan mencari ridho Allah (definisi secara luas dan formal) QS.al-A’raf/7: 169
فَخَلَفَ مِن بَعْدِهِمْ خَلْفٌ وَرِثُوا الْكِتَابَ يَأْخُذُونَ عَرَضَ هَٰذَا الْأَدْنَىٰ وَيَقُولُونَ سَيُغْفَرُ لَنَا وَإِن يَأْتِهِمْ عَرَضٌ مِّثْلُهُ يَأْخُذُوهُ ۚ أَلَمْ يُؤْخَذْ عَلَيْهِم مِّيثَاقُ الْكِتَابِ أَن لَّا يَقُولُوا عَلَى اللَّهِ إِلَّا الْحَقَّ وَدَرَسُوا مَا فِيهِ ۗ وَالدَّارُ الْآخِرَةُ خَيْرٌ لِّلَّذِينَ يَتَّقُونَ ۗ أَفَلَا تَعْقِلُونَ
Artinya : “Maka setelah mereka, datanglah generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini. Lalu mereka berkata, “Kami akan diberi ampun”. Dan kelak jika harta benda dunia datang kepada mereka sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah mereka sudah terikat perjanjian dalam kitab (Taurat) bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah, kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya? Negeri akhirat itu lebih baik bagi mereka yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu mengerti ?”.
Makna yang terkandung dalam surat Al-A’raf Ayat 169 ini menjelaskan mengenai konsep At-Tadris. Yaitu berupa pengajaran. Makna dari Tadarus adalah mempelajari/membaca apa yang ada dalam kitab (sepenuh hati) secara diulang-ulang. at-Tadris adalah upaya menyiapkan murid (mutadarris) agar dapat membaca, mempelajari dan mengkaji sendiri, yang dilakukan dengan cara mudarris membacakan, menyebutkan berulang-ulang dan bergiliran, menjelaskan, mengungkap dan mendiskusikan makna yang terkandung di dalamnya sehingga mutadarris mengetahui, mengingat, memahami, serta mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari dengan tujuan mencari ridla Allah (definisi secara luas dan formal).
Seorang guru itu adalah pembimbing anak muridnya agar tidak tersesat dalam kehidupannya. Dalam hal belajar siswa harus diajak berpartisipasi dan bertanggung jawab dalam proses belajar mengajar. Siswa diajak berpikir untuk menganalisis dan mengevaluasi, sehingga secara tidak langsung memberi peluang siswa untuk belajar kreatif, mengevaluasi diri dan belajar mengkritik dirinya sendiri, hal ini menuntut keterlibatan siswa secara penuh dan sungguh-sungguh dalam belajar
Kaitan ayat QS Ali Imran ayat 79:
مَا كَانَ لِبَشَرٍ اَنْ يُّؤْتِيَهُ اللّٰهُ الْكِتٰبَ وَالْحُكْمَ وَالنُّبُوَّةَ ثُمَّ يَقُوْلَ لِلنَّاسِ كُوْنُوْا عِبَادًا لِّيْ مِنْ دُوْنِ اللّٰهِ وَلٰكِنْ كُوْنُوْا رَبَّانِيّٖنَ بِمَا كُنْتُمْ تُعَلِّمُوْنَ الْكِتٰبَ وَبِمَا كُنْتُمْ تَدْرُسُوْنَ ۙ
Artinya: “Tidak wajar bagi seseorang manusia yang Allah berikan kepadanya Al Kitab, hikmah dan kenabian, lalu dia berkata kepada manusia: “Hendaklah kamu menjadi penyembah-penyembahku bukan penyembah Allah”. Akan tetapi (dia berkata): “Hendaklah kamu menjadi orang-orang rabbani, karena kamu selalu mengajarkan Al Kitab dan disebabkan kamu tetap mempelajarinya.”
- Konsep Ta’diib
Ta’dib berasal dari kata addaba (بّأد), yuaddibu (بّيأد) dan ta’dib (تأديب), biasa diartikan dengan ‘allama atau mendidik. Addaba (بّأد) diterjemahkan oleh Ibnu Manzhur merupakan padanan kata allamadan oleh Azzat dikatakan sebagai cara Tuhan mengajar Nabi-Nya, sehingga Al-Attas mengatakan bahwa kata addaba(ta’dib) mendapatkan rekanan konseptualnya di dalam istilah ta’lim. Al-Attas memaknai pendidikan dari hadith, ى ِـبْيِدْأَ تَنَسْحَى اِّبَى رِنَبَّدَأ“Tuhanku (Allah) telah mendidikku dengan pendidikan yang terbaik”6Selanjutnya Al Attas menyam-paikan(Al-Attas, 61), ”Dalam pende-finisian kita tentang ’makna’, kita katakan bahwa ’makna’ adalah pengenalan tempat segala sesuatu dalam sebuat sistem. Karena pengetahuan terdiri dari sampainya, baik dalam arti hushul dan wushul, makna di dalam dan oleh jiwa, maka kita definisikan ’pengetahuan’sebagai pengenalan tempat-tempat yang tepat dari segala sesuatu di dalam penciptaan sedemikian rupa, sehingga hal ini membawa kepada pengenalan tentang tempat yang tepat dari Tuhan dalam tatanan wujud dan keperiadaan.
- Hadistentang Manajemen Kurikulum Pendidikan Islam Menurut Term Pendidikan dalam Al-Quran dan Hadis
Alquran merupakan sumber segala ilmu pengetahuan yang seharusnya kita jadikan sebagai referensi utama dalam memahami suatu hal karena Alquran merupakan kitab yang tidak ada keraguan di dalamnya dan merupakan pembeda antara yang hak dan yang bathil. Isi Alquran sejatinya dapat dijadikan sebagai dasar memahami segala urusan, baik urusan yang berhubungan dengan Allah swt maupun urusan yang berhubungan dengan manusia. Sejatinya semua kandungan ayat alquran bisa dijadikan sebagai nilai dalam pelaksanaan kurikulum.
Di dalam Alquran ditemukan beberapa ayat yang dapat dijadikan kerangka dasar sebagai pedoman operasional dalam penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Kerangka tersebut adalah tauhid, yang menjadi kurikulum inti (intra culiculer) pendidikan Islam, dan harus dimantapkan sebagai unsur pokok yang tak dapat dirubah.
Dalam Alquran Allah Swt. menyatakan tentang sifat Tauhid sebagai berikut :
- S. al-Ikhlâsh/112: 1-4 yang berbunyi:
Artinya: Katakanlah (Muhammad), “ Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah tempat meminta segala sesuatu. (Allah) tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang setara dengan Dia.”
- Surat Thâha/20 : 14 yang berbunyi :
Artinya: “Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada tuhan selain Aku, maka sembahlah Aku dan laksanakanlah shalat untuk mengingat Aku.”
Ayat ini menjelaskan bahwa Allah Swt. itu sendiri yang mengatakan tentang adanya Zat-Nya. Umat Islam diperintah untuk melaksanakan shalat guna mengingat-Nya. Dalam Tafsir al-Misbhah disebutkan bahwa, jika seseorang telah mengenal Allah Swt. dengan pengenalan yang sesungguhnya, maka otomatis akal pikirannya, jiwa dan hatinya akan terpanggil untuk mendekat kepada-Nya dengan bentuk ibadah dan ketundukan yang paling jelas yaitu melaksanakan shalat.
Dalam surat al-Anbiyâ’/21 ayat 22 Allah Swt. berfirman :
Artinya: Seandainya pada keduanya ( di langit dan di bumi) ada tuhan-tuhan selain Allah, tentu keduanya telah binasa. Mahasuci Allah yang memiliki ‘Arsy, dari apa yang mereka sifatkan.
Islam adalah agama tauhid di mana umatnya harus menyembah kepada Tuhan Yang Maha Esa . Hal itu ditegaskan Allah daalam surat alAnbiyâ’/21 : 92
Artinya: Sungguh, (agama tauhid) inilah agama kamu, agama yang satu, dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.
Muhammad Quraish Shihab dalam Tafsir al-Mishbah menyebutkan, Maha Suci Allah Swt. dari apa yang disifatkan orang-orang musyrik terhadapNya seperti Allah memiliki sekutu, anak dan lain-lain yang mengesankan aib atau kekurangan Allah. Allah Swt. tidak pantas ditanya, yakni dimintai pertanggung-jawaban, dikritik dan dikecam tentang apa yang diperbuat-Nya. Allah Maha Kuasa, Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana dan merekalah yakni makhluk mukallaf dan atau bersama tuhan-tuhan yang mereka sembah yang akan ditanyai kelak di hari kemudian tentang apa yang telah mereka lakukan.
- Kurikulum Manajemen Pendidikan Islam di Indonesia
Ciri- ciri umum Kurikulum Pendidikan Islam adalah agama dan akhlak merupakan tujuan utama. Segala yang diajarkan dan diamalkan harus berdasarkan dengan Al Qur’an dan As- Sunah serta ijtihad para ulama dengan karakteristiknya:
1) Mempertahankan pengembangan dan bimbingan terhadap semua aspek pribadi siswa dari segi intelektual, psikologi, sosial dan spiritual.
2) Adanya keseimbangan antara kandungan kurikulum pengalaman serta kegiatan pengajaran.
Adapun ciri-ciri khusus Kurikulum Pendidikan Islam menurut Oemar Muhammad yaitu:
- Menonjolnya tujuan utama dan akhlak pada berbagai tujuannya, kandungan, metode, alat dan tekniknya bercorak agama
- Meluas cakupannya dan menyeluruh kandungannya, yaitu kurikulum yang betul-betul mencerminkan semangat, pemikiran dan ajaran yang menyeluruh
- Bersikap seimbang diantara berbagai ilmu yang dikandung dalam kurikuum yang akan digunakan
- Bersikap menyeluruh dalam menata seluruh mata pelajaran yang diperlukan oleh anak didik)Kurikulum yang disusun selalu disesuaikan dengan minat dan bakat anak didik.
Dalam kurikulum terdapat komponen-komponen yang tidak boleh diabaikan keberadaannya, komponen-komponen yang dimaksud adalah:
- Tujuan
Tujuan pendidikan dalam pandangan islam hanya semata-mata untuk mencari ridho Allah ‘Azza wa Jalla., sebagai mana sabda Rasulullah SAW., sebagai berikut :
قاَلَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : مَنْ تَعَلَّمَ عِلْمًا مِمَّا يُبْتَغَى بِهِ وَجْهُ اللهِ عَزَّوَجَلَّ لاَ يَتَعَلَّمُهُ اِلاَّ لِيُصِيْبَ بِهِ عرضاً مِنَ الدُّنْيَا لَمْ يَجِدِعَرْفَ الْجَنَّةِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ، يَعْنِي : رِيْحَهَا،
( رَوَاهُ أَبُوْ دَاوُدَ بِإِسْنَادٍ صَحِيْحٍ ).
Artinya:
Dari Abu Hurairah. Ia berkata Rasulullah SAW bersabda: “Barang siapa yang mempelajari ilmu pengetahuan yang semestinya bertujuan untuk mencari ridho Allah ‘Azza wa Jalla. Kemudian ia mempelajarinya dengan tujuan hanya untuk mendapatkan kedudukan / kekayaan duniawi, maka ia tidak akan mendapatkan baunya syurga kelak pada hari kiamat.” (HR. Abu Daud)
- Isi atau program
تَرَكْتُ فِيْكُمْ اَمْرَيْنِ مَا اِنْ تَمْسَكْتُمْ بِهِمَا لَنْ تَضِلُّوْا اَبَدًا كِتَابَ اللهِ وَ سُنَّةَ رَسُوْلِهِ (رَوَاهُ حَاكِمْ )
“Telah aku tinggalkan kepada kalian semua dua perkara yang jika kalian berpegang teguh padanya maka tidak akan tersesat selama-lamanya yaitu kitab Allah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi-Nya.” (HR. Hakim)
- Metode atau proses pembelajaran
Mendidik dengan contoh (keteladanan) adalah satu metode pembelajaran yang dianggap besar pengaruhnya. Segala yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. dalam kehidupannya, merupakan cerminan kandungan Alquran secara utuh, sebagaimana firman Allah swt. berikut:
لقد كان لكم في رسول الله أسوة حسنة لمن كان يرجو الله واليوم الآخر وذكر الله كثيرا.
Artinya: Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. 33: 21).
Adapun dalam mendesain kurikulum pendidikan Islam berdasarkan komponen-komponen kurikulum diatas, yaitu harus dimulai dari penyusunan atau perumusan tujuan menurut Islam. Dan tujuan pendidikan Islam tidak lain sebagai berikut:
- Jasmaninya sehat dan kuat;
- Akalnya cerdas dan pandai;
- Hatinya dipenuhi iman kepada Allah.
Untuk mewujudkan muslim seperti itu, pendesainan kurikulum dapat dilakukan dengan kerangka sebagai berikut:
- Untuk jasmani yang sehat dan kuat disediakan mata pelajaran dan kegiatan olahraga dan kesehatan.
- Untuk otak yang cerdas dan pandai disediakan mata pelajaran dan kegiatan yang dapat mencerdaskan otak dan menambah pengetahuan seperti logika dan berbagai sains.
- Untuk hati yang penuh iman disediakan mata pelajaran dan kegiatan agama.
Sementara itu, mata pelajaran dapat didesain sesuai dengan:
- Perkembangan kemampuan siswa yang bersangkutan;
- Kebutuhan individu dan masyarakatnya menurut tempat dan waktu.
Al-quran dan sunnah nabi merupakan pedoman umat islam dalam menjalankan kehidupan dunia. Al-quran dan sunnah berisi pedoman, panduan, tata cara, dan larangan yang berkaitan dengan kehidupan manusia. Oleh karena itu, manusia wajib berpedoman pada Al-quran dalam menjalankan aktifitas.
Guru adalah titik sentral suatu kurikulum. Berkat usaha guru maka timbul kegairahan belajar siswa. Sehingga memacu belajar lebih keras untuk mencapai tujuan belajar mengajar yang bersumber dari tujuan kurikulum. Untuk itu, guru perlu memiliki keterampilan belajar mengajar. Kurikulum memiliki dua sisi yang sama pentingnya, yakni kurikulum sebagai dokumen dan kurikulum sebagai implementasi. Sebagai sebuah dokumen kurikulum berfungsi sebagai pedoman bagi guru dan kurikulum sebagai implementasi adalah realisasi dari pedoman tersebut dalam bentuk kegiatan pembelajaran. Jadi, dengan demikian kurikulum sebagai sebuah dokumen dengan proses pembelajaran sebagai implementasi dokumen tersebut merupakan dua sisi yang tidak dapat dipisahkan, keduanya saling mengada dan meniadakan ada kurikulum pasti ada pembelajaran; danada pembelajaran pasti ada kurikulum. Guru merupakan salah satu faktor penting dalam implementasi kurikulum. Bagaimanapun idealnya suatu kurikulum tanpa ditunjang oleh kemampuan guru untuk mengimplementasikannya, maka kurikulum itu tidak akan bermakna sebagai suatu alat pendidikan dan sebaliknya pembelajaran tanpa adanya kurikulum sebagai pedoman tidak akan efektif. Dengan demikian peran guru dalam mengimplementasikan kurikulum memegang posisi kunci. Dalam proses pengembangan kurikulum peran guru lebih banyak dalam tataran kelas.
C. Kesimpulan
Tulisan ini bertujuan untuk
mengungkap ayat-ayat Alquran yang mebicarakan manjemen kurikulum pendidikan Islam. Ayat-ayat yang diungkap tersebut kemudian ditafsirkan lewat berbagai pendapat para ahli tafsir guna untuk mengungkap makna dan maksud dari ayat-ayat tersebut. Alquran mengungkap bahwa kurikulum pendidikan Islam meliputi 3 perkara yaitu masalah keimanan (aqidah), masalah keislaman (syariah) dan masalah ihsan (akhlak). Bagian aqidah menyentuh hal-hal yang bersifat iktikad (kepercayaan). Termasuklah mengenai iman setiap manusia dengan Allah,
Malaikat, Kitab-kitab, Rasul-rasul, Hari kiamat, Qada dan Qadar Allah Swt. Bagian Syariah meliputi segala hal yang berkaitan dengan amal perbuatan
manusia dalam kehidupan sehari-hari yang berpandukan kepada peraturan hukum Allah dalam mengatur hubungan manusia dengan Allah dan antar sesama manusia. Sedangkan bagian akhlak merupakan suatu amalan yang bersifat
melengkapkan kedua
perkara di atas
dan mengajar serta medidk manusia mengenai
cara pergaulan dalam kehidupan
bermasyarakat.
Daftar Pustaka
M. Zainuddin, “Paradigma Pendidikan Islam Holistik”, dalam Jurnal Ulumuna, Volume XV Nomor 1 Juni 2011
Noer Aly, Ilmu Pendidikan Islam.(Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1999.)
Oemar Hamalik, 2008,
Manajemen pengembanagn
kurikulum,
Bandung:
PT Remaja Rosda Kary
Shihab, Tafsir Al-Misbah, vol. 3, 132.
Sayid Quthb, Fi Zhilalil Qur’an, Vol. 7, terj. As’ad Yasin dkk (Jakarta: Gema Insan Press,2004)
Related Posts
.
Penerbit Buku Berkwalitas , “Penerbit Marjinal” Yogyakarta. Hub 081 567 898 354
Ratno Susanto Bos RSG asal Malang Sampaikan Selamat, Penerbit Marjinal Resmi Berdiri di Kota Pelajar Yogyakarta!
Eko Wiratno[Pendiri EWRC Indonesia] : 5 Provinsi dengan Jumlah Perguruan Tinggi Terbanyak di Tanah Air.
Pro Kontra Permendikbud Ristek Nomor 44 Tahun 2024
No Responses