Yogyakarta(Jaringan Awira Media Group)- Meroketnya harga beras terjadi di seluruh wilayah Indonesia pada awal tahun 2024. Harga beras yang melambung tinggi menuai keluhan dari berbagai kalangan masyarakat. Harga beras terus mengalami kenaikan hingga awal tahun 2024.
Berbagai asumsi pemicu kenaikan harga beras bermunculan, salah satunya terkait kesibukan pemilu dan tahun politik. Pengamat ekonomi sekaligus Pendiri EWRC indonesia, Eko Wiratno mengungkapkan bahwa setidaknya ada tiga faktor kenaikan harga beras pada awal 2024.
“Pemicu utama kenaikan harga beras kalau dari sisi ilmu ekonomi bahwa terjadi excess demand (permintaan yang melebihi jumlah pasokan),” Ungkap Eko Wiratno. Eko menambahkan, “Pemicu kenaikan harga beras paling tidak ada tiga hal, yang pertama terhambatnya produksi beras karena fenomena alam.”
Ia juga menjelaskan bahwa fenomena alam seperti badai El-Nino yang terjadi beberapa waktu lalu menyebabkan produksi padi terkendala karena petani terpaksa harus terlambat menanam padi. Akibatnya, Indonesia memasuki musim panen raya menjadi lebih lama dari biasanya yakni diperkirakan akan terjadi pada rentang bulan Maret-April 2024.
Kemunduran waktu panen ini membuat persediaan beras kian yang ada tidak dapat memenuhi permintaan pasar. Bahkan menurut Eko Wiratno, pada awal 2024 ini Indonesia mengalami defisit persediaan beras. Hal ini senada dengan informasi yang tertera pada laman resmi Badan Pangan Nasional (Bapanas) bahwa Indonesia mengalami defisit persediaan beras sebanyak 2,8 juta ton.
“Faktor yang kedua adalah tingginya ongkos produksi mulai dari tanam sampai panen,” lanjut Eko Wiratno.
Eko Wiratno menambahkan, salah satu contoh pemicu tingginya ongkos produksi disebabkan oleh mahalnya harga pupuk. Terlebih, Indonesia masih bergantung kepada negara lain dalam hal ketersediaan pupuk. Sementara itu, negara penyedia pupuk seperti Ukraina dan Rusia saat ini tengah dilanda konflik yang berakibat pada terhambatnya ekspor dan distribusi pupuk ke negara lain.
Faktor ketiga kenaikan harga beras dalam negeri dipicu oleh banyaknya negara yang membatasi kegiatan ekspor beras sehingga Indonesia mengalami hambatan pada proses impor beras. “Sejak pandemi Covid-19, puluhan negara menahan untuk tidak mengekspor beras.
Hal ini yang kemudian menyebabkan negara-negara yang mengalami defisit terjadi lonjakan harga,” tegas Eko Wiratno Pemberian bantuan pangan kepada masyarakat merupakan salah satu cara pemerintah menjaga kestabilan harga beras. Eko Wiratno menambahkan bahwa strategi ini diperlukan agar kenaikan harga beras tidak langsung melambung tinggi karena jika harga terlanjur tinggi, pemerintah akan lebih sulit menjaga stabilitas harga beras di Indonesia.
Sebagai informasi, kenaikan harga beras dialami juga oleh berbagai negara di dunia. Kendati mengalami kenaikan, harga beras di Indonesia masih terbilang murah jika dibandingkan dengan negara lain seperti Amerika Serikat (Rp71.878/kg) dan Jepang (Rp55.807/kg).
Melansir Databoks, harga beras di Indonesia menunjukkan angka kenaikan pertahun sekira 14 persen. Persentase kenaikan harga beras premium dalam kurun waktu Januari – Desember 2023 sebanyak 14,08%, dari harga Rp13.140 menjadi Rp14.990 per kilogram (kg). Sementara untuk beras medium, kenaikan harga pertahun menunjukkan persentase sebanyak 14,20%, dari harga Rp11.550 menjadi Rp13.190 per kg.(**)
Related Posts
Dwi Suci Lestariana Dosen Agroteknologi Universitas Boyolali , Ambil S3 di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Info Dosen : Permendikbudristek 44/2024 Dihadirkan untuk Pecahkan Masalah Dosen
Eko Wiratno, Pendiri EWRC Indonesia : Berikut Daftar 76 Pasangan Calon Bupati-Wakil Bupati dan Calon Wali Kota-Wakil Wali Kota se Jawa Tengah
Universitas Pancasakti(UPS) Tegal Wisuda 869 Mahasiswa Program Sarjana, Magister dan Diploma.
Eko Wiratno, Pendiri EWRC Indonesia : Apa itu Pilkada dan Fenomena Dukungan Parpol di Gunungkidul dalam Pilkada 2024!
No Responses