Lebih lanjut, Erwin menjelaskan, aliran modal asing keluar paling besar dari aksi jual neto di pasar SBN sebesar Rp12,32 triliun dan diikuti oleh jual neto di pasar saham sebesar Rp6,82 triliun. Jika diakumulasikan, aliran modal asing sampai dengan 12 Mei 2022 year-to-date (ytd), terjadi transaksi nonresiden jual neto Rp78,13 triliun di pasar SBN dan beli neto Rp65,97 triliun di pasar saham. Premi CDS Indonesia 5 tahun naik ke level 133,41 bps per 12 Mei 2022 dari 126,60 bps per 6 Mei 2022, sejalan meningkatnya risk off di pasar keuangan global.
Dari sisi inflasi, berdasarkan Survei Pemantauan Harga pada minggu II Mei 2022, perkembangan harga pada Minggu II Mei 2022 tetap terkendali dan diperkirakan inflasi 0,48% (mtm). Dengan perkembangan tersebut, perkiraan inflasi Mei 2022 secara tahun kalender sebesar 2,65% (ytd), dan secara tahunan sebesar 3,64% (yoy). Penyumbang utama inflasi Mei 2022 sampai dengan minggu II yaitu komoditas daging ayam ras dan angkutan udara masing-masing sebesar 0,08% (mtm), telur ayam ras dan angkutan antar kota masing-masing sebesar 0,04% (mtm), daging sapi sebesar 0,02% (mtm), udang basah, kelapa, jeruk, sawi hijau, kangkung, tempe, tahu mentah, air minum kemasan, masing-masing sebesar 0,01%(mtm)
Terpisah Pendiri EWRC Indonesia, Eko Wiratno menyebut kaburnya modal asing dari tanah air bisa disebabkan banyak faktor antaralain karena produk lindung nilai (hedging) belum lengkap. Kondisi itu menyebabkan, investor asing banyak menarik dana di pasar saham Indonesia ketika ada sentimen negatif.
“Saat ini kebanyakan kritik asing investor Indonesia ini hedging belum lengkap, baik nilai tukar, risiko suku bunga dan hedging default belum begitu banyak sehingga investor asing kalau ada sentimen negatif, strateginya sell off [jual] karena belum ada hedging yang mumpuni terutama nilai tukar, ini menjadi sebuah tantangan”, tegas Eko Wiratno saat dihubungi oleh Jaringan Arwira Media Group dari Klaten, Minggu(15/05/2022).
Eko Wiratno berharap, di pasar modal Indonesia bisa lebih banyak variasi produk untuk memenuhi kebutuhan pelaku pasar, baik itu instrumen biasa maupun hedging. Selain itu, sebisa mungkin produk-produk tersebut bisa menjangkau investor ritel.
“Sudah banyak investor di pasar saham kita, dan kita harus lakukan perluasan (produk). Kalau banyak investor sehingga volatilitas kita kendalikan lebih baik dan posisi investor ritel diharapkan bisa dominasi di pasar,” kata Eko Wiratno.
Kinerja pasar modal di Indonesia sendiri memang akhir-akhir ini sudah mulai menggeliat. Hal ini tercermin dari beberapa basis investor di sektor ritel yang sudah semakin besar jumlahnya.(https://infobanknews.com/***)
No Responses