DALAM dunia politik, usia seringkali dianggap sebagai faktor penting dalam menilai kapabilitas seorang pemimpin. Namun, beberapa pemimpin muda telah muncul dan membuktikan bahwa usia bukanlah penghalang untuk meraih posisi penting di pemerintahan. Pemimpin politik muda di seluruh dunia semakin menjadi sosok yang memainkan peran penting dalam mempengaruhi perubahan sosial, kebijakan, dan pemerintahan.
Mereka membawa semangat, inovasi, dan perspektif yang baru dalam politik. Dampak kepemimpinan anak muda dalam politik dapat diukur melalui representasi generasi muda di arena politik. Dalam pengertian ini, keterwakilan generasi muda tidak hanya dilihat secara eksistensial namun juga secara gagasan.
Setiap orang pasti akan dipengaruhi oleh konteks sosial-politik di mana ia bertumbuh. Seseorang yang hidup di zaman digital dan serba cepat meniscayakan pembentukan karakter yang adaptif dan progresif. Kedua karakter ini menjadi pondasi pemimpin muda yang tidak dimiliki oleh pemimpin di generasi sebelumnya yang cenderung kaku dan stagnan.
Transformasi usia pemimpin ini terlihat di Eropa dalam periode satu dekade terakhir. Menurut laporan 2019 oleh Bloomberg, yang dikutip Euronews, usia rata-rata pemimpin global telah meningkat sejak 1950-an. Namun, kepala pemerintahan Eropa telah melawan tren tersebut dan semakin muda sejak awal 1980-an, ketika usia rata-rata adalah 67 tahun.
Euronews juga mencatat sembilan dari 27 pemimpin Uni Eropa (UE) berusia empat puluhan. Salah satunya, Perdana Menteri (PM) Finlandia Sanna Marin, bahkan belum mencapai usia 40 tahun. Sanna adalah Perdana Menteri Finlandia yang menjabat pada usia 34 tahun sehingga menjadi salah satu pemimpin termuda di dunia. Marin dikenal karena kepemimpinan yang inklusif dan fokus pada isu-isu sosial seperti kesetaraan gender dan perubahan iklim.
Keberhasilannya dalam memimpin pemerintah Finlandia di tengah krisis global, seperti pandemi covid-19, telah membuatnya menjadi contoh pemimpin muda yang efektif. Sanna kemudian dikenal sebagai pemimpin perempuan termuda saat itu yang menjadi harapan warga Finlandia untuk berjuang demi tujuan progresif.
Austria juga memiliki sosok Sebastian Kurz yang berhasil menjadi politisi muda yang sukses. Sebastian Kurz yang lahir pada tahun 1986 berhasil menjadi Kanselir Austria pada usia 31 tahun. Hal itu menjadikannya salah satu pemimpin termuda di dunia. Sosok yang dikenal dengan julukan Si Anak Ajaib ini dikenal karena menghadirkan pendekatan yang segar dan inovatif dalam politik.
Dia memimpin Partai Rakyat Austria dengan gaya yang kuat dan meraih kesuksesan dalam mengatasi isu-isu seperti migrasi, ekonomi, dan lingkungan. Pada 2017, Emmanuel Macron terpilih menjadi Presiden Prancis pada usia 39 tahun. Macron adalah pemimpin muda yang menciptakan gerakan politik sendiri, yaitu Gerakan Republik En Marche. Pria kelahiran 21 Desember 1977 itu juga merupakan presiden termuda Prancis setelah Napoleon I.
Anak sulung dari tiga bersaudara itu terbukti telah menunjukkan kecerdasan sejak bangku kuliah. Ia lulus dan menerima gelar master dari kampus bergengsi cole Nationale d’Administration (ENA), di mana banyak tokoh politik besar merupakan lulusan kampus itu. Tak hanya lulus, Macron bahkan menyabet lulusan terbaik.
Sebelum menjadi presiden, Macron lebih dulu menjajal dunia politik lewat posisi sebagai wakil kepala staf dan penasihat ekonomi pada era Presiden Hollande. Pada perkembangan selanjutnya, ia diangkat jadi Menteri Ekonomi, Industri, dan Urusan Digital di 2014. Macron dikenal karena visinya yang progresif dan upayanya untuk memperbarui politik Prancis. Dia telah berhasil dalam memimpin Prancis dalam isu-isu seperti reformasi ekonomi, perubahan iklim, dan diplomasi internasional.
Geliat pemimpin muda itu tidak hanya muncul di Benua Biru, namun juga di Oceania. Jacinda Ardern adalah salah satu contoh pemimpin politik muda yang berhasil menduduki kursi kepemimpinan di Selandia Baru. Dia menjadi Perdana Menteri Selandia Baru pada usia 37 tahun dan terkenal dengan kepemimpinan yang kuat dan humanis. Karir politiknya meningkat pesat di Selandia Baru, menduduki jabatan tertinggi di negara itu kurang dari setahun setelah memasuki parlemen.
Sejak mengambil alih sebagai pemimpin, dia telah vokal menentang seksisme dan rasisme, dengan cepat melarang senjata semi otomatis dan senapan serbu gaya militer setelah penembakan di Christchurch. Pada 19 Januari 2023, Ardern mengumumkan bahwa dia akan mengundurkan diri dari posisinya, dengan mengatakan bahwa dia ‘tidak lagi memiliki cukup kemampuan’ untuk peran tersebut. Dia pun mengumumkan bahwa mengundurkan diri pada 7 Februari 2023.
Nama-nama itu menunjukkan, perdana menteri dan presiden tidak hanya makin muda, mereka juga cenderung muncul meski memiliki pengalaman yang minimum dalam politik legislatif atau formal sebelum menduduki jabatan puncak. Namun di sisi lain, generasi muda di Indonesia, misalnya, adalah kelompok terbesar dalam populasi. Mereka perlu diwakili dalam pengambilan keputusan politik.
Pemimpin muda dapat memastikan bahwa suara dan aspirasi generasi mereka tercermin dalam kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah. Hal ini akan menciptakan hubungan yang lebih baik antara pemerintah dan pemuda, serta memastikan bahwa kebijakan-kebijakan tersebut relevan dengan kebutuhan generasi muda
Pemimpin politik muda ini menunjukkan bahwa usia bukanlah penghalang untuk mencapai sukses dalam politik. Mereka membawa semangat dan inovasi yang dibutuhkan dalam politik global yang kompleks. Dengan pendekatan yang segar, visi yang jelas, dan komitmen untuk memperjuangkan perubahan positif, mereka menginspirasi generasi muda di seluruh dunia dan membuktikan bahwa pemimpin muda mampu memimpin dengan efektif dalam panggung politik global.
James Canton, seorang futurolog asal negeri Paman Sam, menyatakan ramalannya melalui bukunya yang berjudul The Extreme Future, bahwa ada sepuluh tantangan yang akan dihadapi manusia di tahun 2025. Beberapa di antaranya, yaitu perubahan iklim, krisis energi, ancaman terorisme, globalisasi dan benturan kebudayaan, serta perkembangan teknologi.
Terkait tantangan tersebut, Indonesia memerlukan fondasi yang kuat agar dapat bertahan dalam menghadapinya. Salah satunya dengan menyiapkan generasi muda agar menjadi pemimpin masa depan yang cekatan, tangguh, dan mau turun tangan melakukan aksi nyata untuk menjawab dan mengatasi berbagai tantangan tersebut.
Pemimpin juga manusia yang memiliki rasa takut. Namun seorang pemimpin yang baik harus dapat mengelola dan melawan perasaan gentar tersebut. Dalam paparannya, Abetnego menjelaskan terdapat tiga zona ketakutan yang harus dikelola untuk menjadi pemimpin, di antaranya zona pribadi, zona tim, dan zona organisasi. Membangun keberanian melawan rasa takut pada ketiga zona tersebut dapat dimulai dari hal-hal kecil.
Menjadi pemimpin bukanlah hal yang mudah, namun bukan pula sebuah kemustahilan bagi para pemuda generasi penerus bangsa. Para peserta SED Nasional merupakan representasi tunas muda yang penuh semangat untuk membawa perubahan baik bagi Indonesia. Mereka siap melakukan aksi nyata untuk mengantar masa depan cerah bagi alam nusantara.
Kepemimpinan dan Muda
Kita sering lupa bahwa dialektika dan diskusi masyarakat kita perlu dituntun pada perspektif yang ontologis sebelum membicarakan sesuatu lebih jauh. Konsensus mengenai pengertian tentang kepemimpinan muda sungguh perlu dicapai dalam perdebatan yang hari ini terjadi; jika tidak, maka semangat kebebasan berpendapat dan memberi aspirasi akan menghasilkan “pertengkaran” yang tidak produktif bagi kemajuan kita.
Kepemimpinan muda secara jeli dibaca terdiri dari dua kata yaitu kepemimpinan dan muda. Mari kita mendudukkan pengertian yang esensial mengenai dua kata ini. Pertama, kepemimpinan. Kata ini sungguh memiliki makna yang begitu dalam; tidak dapat disamakan dengan kata pemimpin.
Pemimpin secara sederhana adalah seseorang yang memimpin dua orang atau lebih, organisasi, atau keluarga. Namun kepemimpinan sungguh amat berbeda. Dalam kepemimpinan terkandung value yang menjiwai kata ini sehingga tak semua orang dapat disebut memiliki jiwa kepemimpinan, namun sebagai pemimpin, semua orang bisa melakukannya, tetapi tidak dengan kepemimpinan.
Kepemimpinan lahir melalui proses yang panjang, tentu tidak satu, dua, atau tiga tahun saja; proses membentuk kepemimpinan seseorang harus melewati banyak situasi, masalah, dan tentunya pengalaman yang cukup dalam memimpin. Kepemimpinan hanya dapat dimiliki oleh seseorang yang pernah memimpin dan proses memimpin itu mengandung nilai, etika, dan pembelajaran yang membuat seseorang semakin cakap dalam mengorganisasi, berdiplomasi, berpolitik, dan memiliki pengetahuan yang menjadikannya layak memiliki value kepemimpinan karena pengalaman memimpin tersebut.
Saya coba memberi sampel untuk menyederhanakan apa itu kepemimpinan yang bagi saya secara pribadi layak saya sebut sebagai pemimpin yang memiliki jiwa kepemimpinan, yaitu Joko Widodo (Jokowi). Sebelum saya anggap layak dicalonkan oleh partai politik pada Pemilu 2014, Jokowi memenuhi kriteria saya sebagai seseorang yang memiliki jiwa kepemimpinan. Pengalamannya sebagai Wali Kota Surakarta dan sebagai Gubernur DKI Jakarta yang cukup sukses membawa perubahan menjadi bahan uji kepada Jokowi sebelum menjadi calon Presiden 2014.
Mari kita cek bersama, apakah capres dan cawapres dalam Pemilu 2024 memiliki value sebagai seseorang yang memiliki jiwa kepemimpinan –khususnya bagi Gibran sebagai cawapres muda yang ikut dalam kontestasi saat ini?
Kedua, muda. Berdasarkan klasifikasi usia menurut WHO, usia muda berada dalam rentang 24 – 44 tahun. Berdasarkan klasifikasi ini, jelas sekali bahwa narasi muda yang kita bicarakan adalah kompetensi mengenai usia seseorang yang dinilai memiliki semangat lebih atau magis semper dalam memimpin, pengetahuan, dan tentunya kesehatan fisik.
Narasi muda ini telah masuk perbincangan politik pemilu, menjadi konsekuensi bahwa kata muda tidak menjadi pengertian yang terbatas dan sempit; pembicaraan dalam kompetisi politik seperti pemilu menjadikan kata muda ini menjadi lebih aspiratif. Artinya, kepemimpinan muda hendaknya tidak terbatas pada klasifikasi usia semata, namun bisa sampai pada pembicaraan yang lebih aspiratif, seperti mampukah capres dan cawapres menjawab tantangan orang muda?
Atau, mampukah para kandidat melibatkan pemuda dalam agenda pembangunan yang membawa negara pada reformasi birokrasi dan pembangunan? Atau, mampukah para kandidat menyelesaikan isu orang muda, seperti lapangan pekerjaan dan krisis iklim?
Menjadi Parameter Ideal
Setelah melihat secara esensial mengenai kepemimpinan muda, saya berharap pembicaraan masyarakat kita bisa menjadi partisipasi yang membangun terciptanya kualitas diskusi ruang publik kita yang merangkak naik secara positif. Jujur saja, sebagai orang muda saya sungguh ingin kesadaran kolektif terjadi dalam pemilu kita terutama kesadaran tentang partisipasi politik orang muda yang jujur, berkualitas, dan beretika.
Saya tentu berharap, kepemimpinan muda dapat dihasilkan melalui pemilu kita dengan satu syarat bahwa pengertian kepemimpinan muda tidak mengalami bias persepsi sehingga masyarakat dapat menjadikan nilai-nilai ontologi tentang kepemimpinan muda sebagai parameter ideal dalam menentukan pilihan politik dalam Pemilu 2024; memilih kandidat yang jelas memiliki rekam jejak positif, pengalaman memimpin birokrasi yang cukup, dan tentunya menjadi kandidat yang siap memperjuangkan aspirasi dari 52% pemilih muda.
Terakhir, populasi orang muda yang besar dalam Pemilu 2024 bukan tidak mungkin akan menjadikan orang muda sebagai komoditas politik; suaranya diincar dengan berbagai cara oleh kandidat capres-cawapres dengan menggunakan berbagai cara termasuk politik kuda troya, dan mungkin salah satunya adalah dengan mencalonkan orang muda menjadi cawapres sebagai upaya aspiratif mendapatkan perhatian orang muda.
Saya sungguh berharap, politik orang muda menjadi politik yang progresif yang jauh dari praktik nepotisme dan korupsi yang jelas-jelas telah membawa negara kita terus berada dalam lambatnya percepatan pembangunan. Politik orang muda adalah politik yang memperjuangkan konstitusi, menjunjung tinggi etika politik, berangkat dari semangat belajar masa lalu, dan membawa masyarakat pada konsolidasi terciptanya bonum comunne atau kebaikan bersama.
*)Penulis Tinggal di Wedi, Kabupaten Klaten
Related Posts
Dwi Suci Lestariana Dosen Agroteknologi Universitas Boyolali , Ambil S3 di Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Info Dosen : Permendikbudristek 44/2024 Dihadirkan untuk Pecahkan Masalah Dosen
Eko Wiratno, Pendiri EWRC Indonesia : Berikut Daftar 76 Pasangan Calon Bupati-Wakil Bupati dan Calon Wali Kota-Wakil Wali Kota se Jawa Tengah
Universitas Pancasakti(UPS) Tegal Wisuda 869 Mahasiswa Program Sarjana, Magister dan Diploma.
Eko Wiratno, Pendiri EWRC Indonesia : Apa itu Pilkada dan Fenomena Dukungan Parpol di Gunungkidul dalam Pilkada 2024!
No Responses